Punuk Unta | al-uyeah.blogspot.com |
Rambut yang tumbuh di kepala adalah salah satu nikmat Allahlyang diberikan kepada kita. Penampilan kita menjadi bagus, indah, dan cantik karenanya. Untuk seorang lelaki saja, rambut merupakan perhiasan, apalagi bagi seorang wanita.
Mungkin kita masih ingat dengan kisah tiga orang dari kalangan Bani Israil: si abrash atau orang yang berpenyakit sopak/belang, si a’ma atau orang yang buta, dan si aqra’. Ya, salah satu dari tiga orang yang beroleh kesulitan dan kesempitan tersebut adalah si aqra’, seseorang yang sama sekali tidak tumbuh rambut di atas kepalanya.
Ia merasa, kebotakan yang dideritanya menyebabkan manusia menjauhinya dan tidak suka melihatnya. Oleh karena itu, tatkala malaikat datang sebagai utusan Allah Subhanahuwata'ala dengan menyamar (dalam rupa manusia) guna menguji mereka bertiga, siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur, si aqra’ meminta dihilangkan penyakitnya dan diberi rambut yang bagus. (Lihat kelengkapan kisahnya dalam hadits yang diriwayatkan dalam ash-Shahihain)
Karena pentingnya rambut dalam berhias, terutama bagi wanita(1), tak heran apabila rambut disebut mahkota wanita karena fungsinya sebagai hiasan di atas kepala.
Tentang masalah rambut, syariat memiliki ketentuan yang mengaturnya. Ada hukum-hukum yang berkaitan dengan rambut wanita.
Berikut ini rangkuman hukum rambut wanita dari fatwa ulama yang mulia, yang dibawakan secara makna lagi ringkas(2).
1. Mengumpulkan rambut (mengikat jadi satu) di bagian paling atas dari kepala si wanita tidaklah dibolehkan.
Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam bersabda:
“Mailatun” maknanya miring dari menaati Allah Subhanahuwata'ala dan dari urusan yang semestinya mereka jaga. Adapun mumilatun maknanya mereka mengajari orang lain untuk berbuat seperti perbuatan mereka yang tercela.
Ada pula yang mengatakan, “mailatun” adalah wanita yang berjalan dengan berlagak sombong, menggoyang-goyangkan atau memiring-miringkan pundak-pundak mereka. Ada pula yang mengatakan, maknanya adalah wanita yang menyisir rambutnya dengan sisiran/model miring atau belahan samping, yang merupakan model sisiran wanita pelacur. Adapun mumilatun maknanya mereka menyisir wanita-wanita lain dengan model sisiran tersebut.
“Kepala-kepala mereka seperti punuk unta”, maknanya mereka membesarkan kepala mereka dengan melilitkan imamah, bebat kepala, atau yang semisalnya. (al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, an-Nawawi, 14/336)
2. Mengumpulkan rambut atau melilitkan/melingkarkannya di sekitar kepala si wanita hingga tampak seperti imamah/sorban yang biasa dipakai lelaki.
Hal ini tidak diperbolehkan dengan alasan ada unsur tasyabbuh (meniru/menyerupai) lelaki3. (Fatwa al-Lajnah ad-Daimah)
3. Mengumpulkan rambut dan menjadikannya satu ikatan/kepangan ataupun lebih, lalu dibiarkan tergerai tidaklah menjadi masalah (boleh saja) selama rambut tersebut tertutup dari pandangan mata yang tidak halal melihatnya.
Mengapa dibolehkan? Karena tidak ada larangan tentang hal ini. (Fatwa al-Lajnah ad-Daimah)
Catatan Kaki:
(1) Sesuai kodratnya, wanita diciptakan senang berhias, sebagaimana firman Allah l:
“Apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedangkan dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran.” (az-Zukhruf: 18)
(2) Diambil dari website Mu’assasah ad-Da’wah al-Khairiyyah, KSA.
Kutipan dari tulisan : Al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyyah)
Judul asli : Rambut Wanita
Sumber : AsSyariah.com
Mungkin kita masih ingat dengan kisah tiga orang dari kalangan Bani Israil: si abrash atau orang yang berpenyakit sopak/belang, si a’ma atau orang yang buta, dan si aqra’. Ya, salah satu dari tiga orang yang beroleh kesulitan dan kesempitan tersebut adalah si aqra’, seseorang yang sama sekali tidak tumbuh rambut di atas kepalanya.
Ia merasa, kebotakan yang dideritanya menyebabkan manusia menjauhinya dan tidak suka melihatnya. Oleh karena itu, tatkala malaikat datang sebagai utusan Allah Subhanahuwata'ala dengan menyamar (dalam rupa manusia) guna menguji mereka bertiga, siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur, si aqra’ meminta dihilangkan penyakitnya dan diberi rambut yang bagus. (Lihat kelengkapan kisahnya dalam hadits yang diriwayatkan dalam ash-Shahihain)
Karena pentingnya rambut dalam berhias, terutama bagi wanita(1), tak heran apabila rambut disebut mahkota wanita karena fungsinya sebagai hiasan di atas kepala.
Tentang masalah rambut, syariat memiliki ketentuan yang mengaturnya. Ada hukum-hukum yang berkaitan dengan rambut wanita.
Berikut ini rangkuman hukum rambut wanita dari fatwa ulama yang mulia, yang dibawakan secara makna lagi ringkas(2).
1. Mengumpulkan rambut (mengikat jadi satu) di bagian paling atas dari kepala si wanita tidaklah dibolehkan.
Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهِ النَّاسَ؛ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوسَهُنَّ كَأَسْنَمَةِ الْبُخْتِ المْاَئِلَةِ، لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا، وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang aku belum melihat mereka sekarang. (Yang pertama,) suatu kaum yang bersama mereka ada cambuk-cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk mencambuk manusia. (Yang kedua,) para wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang, mereka miring lagi membuat orang lain miring. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan bisa mencium bau wangi surga, padahal wanginya bisa tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian’.” (HR. al-Imam Muslim no. 5547) (Fatwa dari al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’)“Mailatun” maknanya miring dari menaati Allah Subhanahuwata'ala dan dari urusan yang semestinya mereka jaga. Adapun mumilatun maknanya mereka mengajari orang lain untuk berbuat seperti perbuatan mereka yang tercela.
Ada pula yang mengatakan, “mailatun” adalah wanita yang berjalan dengan berlagak sombong, menggoyang-goyangkan atau memiring-miringkan pundak-pundak mereka. Ada pula yang mengatakan, maknanya adalah wanita yang menyisir rambutnya dengan sisiran/model miring atau belahan samping, yang merupakan model sisiran wanita pelacur. Adapun mumilatun maknanya mereka menyisir wanita-wanita lain dengan model sisiran tersebut.
“Kepala-kepala mereka seperti punuk unta”, maknanya mereka membesarkan kepala mereka dengan melilitkan imamah, bebat kepala, atau yang semisalnya. (al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, an-Nawawi, 14/336)
2. Mengumpulkan rambut atau melilitkan/melingkarkannya di sekitar kepala si wanita hingga tampak seperti imamah/sorban yang biasa dipakai lelaki.
Hal ini tidak diperbolehkan dengan alasan ada unsur tasyabbuh (meniru/menyerupai) lelaki3. (Fatwa al-Lajnah ad-Daimah)
3. Mengumpulkan rambut dan menjadikannya satu ikatan/kepangan ataupun lebih, lalu dibiarkan tergerai tidaklah menjadi masalah (boleh saja) selama rambut tersebut tertutup dari pandangan mata yang tidak halal melihatnya.
Mengapa dibolehkan? Karena tidak ada larangan tentang hal ini. (Fatwa al-Lajnah ad-Daimah)
Catatan Kaki:
(1) Sesuai kodratnya, wanita diciptakan senang berhias, sebagaimana firman Allah l:
“Apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedangkan dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran.” (az-Zukhruf: 18)
(2) Diambil dari website Mu’assasah ad-Da’wah al-Khairiyyah, KSA.
Kutipan dari tulisan : Al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyyah)
Judul asli : Rambut Wanita
Sumber : AsSyariah.com
0 Komentar
Silakan tuliskan komentar, saran dan nasihat antum. Namun tidak semua akan tampilkan.