Musibah Itu Enggak Meleser | al-uyeah.blogspot.com |
Setiap orang yang hidup di dunia ini tentu akan melewati beragam peristiwa. Perubahan keadaan adalah suatu kepastian karena dunia hanya persinggahan sementara. Hakikat ini harus kita pahami agar kita tidak lupa diri kala memperoleh kenikmatan duniawi dan tidak pula berlarut-larut dalam kesedihan atas materi yang luput kita dapatkan. Allah Ta'ala berfirman:
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (al-Hadid: 22—23)
Sungguh, berhadapan dengan kenyataan yang pahit dan berbagai problem yang mengimpit dirasa berat oleh jiwa. Manusia pun berbeda-beda dalam menyikapinya. Seorang mukmin sejati akan menghadapinya dengan penuh keteguhan hati, sedangkan orang kafir atau yang lemah imannya—karena tidak memiliki pegangan keyakinan yang kuat—akan terombang-ambing dan salah jalan. Di antara mereka ada yang bunuh diri atau mendatangi dukun dan paranormal. Ada pula yang menempuh cara-cara sadis seperti membunuh, memukul, dan merampok.
Peristiwa Dahsyat Menyingkap Jatidiri
Dalam kondisi biasa dan tidak ada masalah, kepribadian seseorang terkadang sulit untuk diketahui. Dalam keadaan yang serba sulit akan muncullah jatidirinya yang sesungguhnya. Allah Ta'ala berfirman:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman’, sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (al-Ankabut: 2—3)
Dalam surat al-Baqarah, Allah Ta'ala menyebutkan tekad dan semangat para pembesar Bani Israil untuk memerangi musuh mereka yang jahat, yaitu Raja Jalut dan pasukannya. Mereka meminta kepada nabi mereka setelah wafatnya Nabi Musa 'alaihisalam agar diangkat seorang raja yang akan memimpin mereka berperang.
Permintaan mereka dikabulkan dan diangkatlah Thalut sebagai raja mereka. Ketika mereka berangkat berperang, di tengah perjalanan kesabaran mereka mulai melemah. Puncaknya adalah ketika mereka berhadapan langsung dengan pasukan musuh. Semangat yang tadinya membara kini tinggal cerita. Kebanyakan mereka mundur. Hanya sedikit yang teguh menghadapi musuh. (lihat pada al-Baqarah ayat 246—249)
Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam melarang umatnya mengharap-harap datangnya musuh dan bala’ (bencana). Beliau Shallallahu'alaihiwasalam bersabda:
Al-Munawi rahimahullah menerangkan, “Berjumpa dengan musuh adalah urusan terberat yang dirasakan oleh jiwa. Urusan yang belum tampak tidak seperti yang sudah terlihat nyata. Ketika yang dinanti-nanti menjadi kenyataan, tidak mustahil yang terjadi adalah kebalikan dari yang diharapkan. (Faidhul Qadir 6/504)
dikutip dari "Kemudahan Setelah Kesulitan"
ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Mu’thi, Lc.
AsySyariah.com
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (al-Hadid: 22—23)
Sungguh, berhadapan dengan kenyataan yang pahit dan berbagai problem yang mengimpit dirasa berat oleh jiwa. Manusia pun berbeda-beda dalam menyikapinya. Seorang mukmin sejati akan menghadapinya dengan penuh keteguhan hati, sedangkan orang kafir atau yang lemah imannya—karena tidak memiliki pegangan keyakinan yang kuat—akan terombang-ambing dan salah jalan. Di antara mereka ada yang bunuh diri atau mendatangi dukun dan paranormal. Ada pula yang menempuh cara-cara sadis seperti membunuh, memukul, dan merampok.
Peristiwa Dahsyat Menyingkap Jatidiri
Dalam kondisi biasa dan tidak ada masalah, kepribadian seseorang terkadang sulit untuk diketahui. Dalam keadaan yang serba sulit akan muncullah jatidirinya yang sesungguhnya. Allah Ta'ala berfirman:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman’, sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (al-Ankabut: 2—3)
Dalam surat al-Baqarah, Allah Ta'ala menyebutkan tekad dan semangat para pembesar Bani Israil untuk memerangi musuh mereka yang jahat, yaitu Raja Jalut dan pasukannya. Mereka meminta kepada nabi mereka setelah wafatnya Nabi Musa 'alaihisalam agar diangkat seorang raja yang akan memimpin mereka berperang.
Permintaan mereka dikabulkan dan diangkatlah Thalut sebagai raja mereka. Ketika mereka berangkat berperang, di tengah perjalanan kesabaran mereka mulai melemah. Puncaknya adalah ketika mereka berhadapan langsung dengan pasukan musuh. Semangat yang tadinya membara kini tinggal cerita. Kebanyakan mereka mundur. Hanya sedikit yang teguh menghadapi musuh. (lihat pada al-Baqarah ayat 246—249)
Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam melarang umatnya mengharap-harap datangnya musuh dan bala’ (bencana). Beliau Shallallahu'alaihiwasalam bersabda:
لَا تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ وَإذَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاصْبِرُوْا
“Jangan kamu mengharap-harap bertemu dengan musuh. (Akan tetapi,) bila kamu bertemu dengan mereka maka bersabarlah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)Al-Munawi rahimahullah menerangkan, “Berjumpa dengan musuh adalah urusan terberat yang dirasakan oleh jiwa. Urusan yang belum tampak tidak seperti yang sudah terlihat nyata. Ketika yang dinanti-nanti menjadi kenyataan, tidak mustahil yang terjadi adalah kebalikan dari yang diharapkan. (Faidhul Qadir 6/504)
dikutip dari "Kemudahan Setelah Kesulitan"
ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Mu’thi, Lc.
AsySyariah.com
0 Komentar
Silakan tuliskan komentar, saran dan nasihat antum. Namun tidak semua akan tampilkan.