Jangan Berlebihan Dalam Menyanjung

Jangan Berlebihan Dalam Menyanjung | al-uyeah.blogspot.com
Dalam mengimani nabi dan rasul, seorang mukmin harus berhati-hati dari ghuluw (melampaui batas) terhadap para nabi dan rasul.

Ghuluw atau melampaui batas dalam hal mencintai, menyanjung, dan mengagungkan orang saleh, termasuk para nabi dan rasul, adalah sebab kebinasaan umat-umat di muka bumi. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِيْ الدِّيْنِ

“Jauhilah ghuluw. Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian tidaklah binasa kecuali karena ghuluw dalam agama.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda pula,

لاَ تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ، فَقُولُوا: عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ

“Janganlah kalian berlebihan (melampaui batas) dalam memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani berlebihan dalam memuji ‘Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah bahwa aku adalah hamba Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya.”(1)

Nabi dan rasul, adalah manusia biasa yang Allah Subhanahu wata’ala wahyukan kepada mereka. Nabi dan rasul tidak sedikit pun memiliki sifat-sifat yang menjadi kekhususan bagi Allah Subhanahu wata’ala, seperti rububiyah atau uluhiyah.

Di antara bentuk ghuluw yang kita saksikan adalah keyakinan dan ucapan Nasrani yang menyatakan bahwa Isa ‘Alaihissalam adalah anak Allah Subhanahu wata’ala. Demikian pula ucapan Yahudi bahwa Uzair adalah anak Allah Subhanahu wata’ala. Allah Subhanahu wata’ala berfirman menyebutkan kelancangan Yahudi dan Nasrani,

وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ۖ ذَٰلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَاهِهِمْ ۖ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن قَبْلُ ۚ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ ۚ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ

Orang-orang Yahudi berkata, “Uzair itu putra Allah” dan orang Nasrani berkata, “Al-Masih itu putra Allah.” Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allahlah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling? (at-Taubah: 30)

Termasuk ghuluw adalah ucapan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dan nabi-nabi lainnya mengetahui urusan yang gaib. 

Sungguh, nabi dan rasul tidak mengetahui urusan yang gaib, karena hal itu adalah kekhususan Allah Subhanahu wata’ala. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemimpin para rasul dan yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah Subhanahu wata’ala juga tidak mengetahui urusan gaib. Allah Subhanahu wata’ala berfirman tentang beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam,

قُل لَّا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Katakanlah, ‘Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudaratan kecuali yang dikehendaki oleh Allah. Sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku berbuat kebajikan sebanyakbanyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudaratan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman’.” (al-A’raf: 188)

Adapun urusan gaib yang dikabarkan oleh para nabi dan rasul tidak lain adalah wahyu yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wata’ala kepada mereka. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَىٰ غَيْبِهِ أَحَدًا () إِلَّا مَنِ ارْتَضَىٰ مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا

“(Dia adalah Dzat) yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhai- Nya. Sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (al-Jin: 26—27)

Lebih dari itu, di antara manusia ada yang meniatkan ibadah untuk Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam. Sebagian manusia berdoa kepada nabi dengan keyakinan bahwa para nabi dan rasul adalah perantara untuk menyampaikan hajat kepada Allah Subhanahu wata’ala. Lahaula wala quwwata illa billah.

Salah seorang guru kami mengisahkan sebuah kejadian menyedihkan di Masjid Nabawi. Ada seseorang berdoa dengan sangat khusyuk, bahkan menangis terisak. Namun, ketika diperhatikan, ternyata yang ia panggil adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah…! Bantulah kami, penuhilah hajat kami…!”

Mengapa mereka tidak mengarahkan doanya kepada Allah Subhanahu wata’ala? Karena pentingnya masalah ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sering mengingatkan dalam sabda-sabda beliau, melarang umatnya bersikap ghuluw terhadap beliau dan orang-orang saleh.

Hadits-Hadits Maudhu’ (Palsu) berisi Ghuluw terhadap Rasul

Sebagai tambahan pembahasan, kami sajikan hadits-hadits palsu berisi perilaku ghuluw (melampaui batas) yang dibuat oleh manusia untuk menyanjung dan mengagungkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan, di antara hadits tersebut ada yang menyeru kepada kesyirikan atau kebid’a han. Di antaranya adalah,

فَإِنَّ جَاهِي عِنْدَّ اللهِ عَظِيمٌ   تَوَسَّلُوا بِجَاهِي

“Bertawassullah kalian dengan kedudukanku, karena kedudukanku di sisi Allah Subhanahu wata’ala agung.

احْلِفُوا بِجَاهِي فَإِنَّ جَاهِي عِنْدَ اللهِ عَظِيمٌ

“Bersumpahlah kalian dengan kedudukanku, karena kedudukanku di sisi Allah Subhanahu wata’ala agung.”

Tidak diragukan bahwa bersumpah dengan kedudukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah kesyirikan.

Allah Subhanahu wata’ala melarang hamba-Nya bersumpah selain dengan nama atau sifat-Nya. Adapun bersumpah dengan nama makhluk termasuk syirik. Hadits ini maudhu’, sebagaimana dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Asy-Syaikh al-Albani menjelaskan panjang lebar kepalsuan hadits ini dalam Silsilah adh-Dha’ifah (jilid 1 no. 25). Di antara hadits maudhu’ yang mengajak kepada ghuluw adalah,

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللهُ نُورَ مُحَمَّدٍ وَمِنْ نُورِهِ خَلَقَ الْخَلْقَ كُلَّهُ

“Sesungguhnya makhluk yang pertama Allah Subhanahu wata’ala ciptakan adalah nur (cahaya) Muhammad, dan dari cahaya itulah Allah Subhanahu wata’ala ciptakan makhluk seluruhnya.”

يَا عِيْسَى، آمِنْ بِمُحَمَّدٍ، فَلَوْلَاهُ لَمَا خَلَقْتُكَ وَلَمَا خَلَقْتُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ

Allah Subhanahu wata’ala berfirman kepada Isa, “Wahai Isa, berimanlah engkau kepada Muhammad, kalau bukan karena Muhammad, Aku tidak menciptakanmu, tidak pula aku menciptakan langit dan bumi.”

Semua hadits di atas maudhu’ (palsu) sebagaimana diterangkan oleh para ulama rahimahumullah.

Allah Subhanahu wata’ala mengabarkan bahwasanya di antara para nabi dan rasul ada yang Dia muliakan di atas sebagian lainnya.

“Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengannya) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat.” (al-Baqarah: 253)

وَرَبُّكَ أَعْلَمُ بِمَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَىٰ بَعْضٍ ۖ وَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُورًا

“Dan Rabbmu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan kami berikan Zabur (kepada) Dawud.” (al-Isra: 55)

Dari seluruh nabi dan rasul, Allah Subhanahu wata’ala memilih lima orang rasul sebagai ulul ‘azmi. Mereka adalah Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad shalawatullah wa salamuhu ‘alaihim. Dari kalangan ulul ‘azmi, Allah Subhanahu wata’ala memilih dua rasul sebagai khalil (kekasih)-Nya: Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا

“Allah mengambil Ibrahim menjadi khalil (kesayangan)-Nya.” (an-Nisa: 125)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فَإِنَّ اللهَ قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيل

“Sungguh, Allah telah menjadikanku sebagai khalil-Nya sebagaimana telah menjadikan Ibrahim sebagai khalil-Nya.” (HR. Muslim no. 532)

Kemudian Allah Subhanahu wata’ala memilih Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam di atas seluruh nabi dan rasul. Hal ini ditunjukkan oleh banyak dalil dari al-Kitab dan as-Sunnah. Di antaranya adalah sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ

“Aku adalah pemuka keturunan Adam.”

dikutip dari Kajian Utama ” Pokok-Pokok Keimanan Kepada Nabi dan Rasul “
Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc.
AsySyariah.com
Tulisan ini ditujukan untuk ana dan keluarga. Dibuat dengan cinta. Saran dan nasihat silakan tulis di kolom komentar.

Ada Pertanyaan?




Silakan antum tanyakan ke asatidzah dengan datang saja ke majelis ilmu terdekat, cek lokasinya kajian Info Kajian. Baarakallahu fiikum.
Previous
Next Post »
0 Komentar

Silakan tuliskan komentar, saran dan nasihat antum. Namun tidak semua akan tampilkan.