Doa Adalah Senjata

Doa Adalah Senjata | al-uyeah.blogspot.com
Kaum muslimin hamba-hamba Allah yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, merupakan perkara yang telah diketahui oleh kaum muslimin, bahkan tidak samar lagi bagi seorang mukmin yang benar-benar beriman kepada Allah dan rasul-Nya, bahwa do’a adalah ibadah dari sekian ibadah-ibadah yang Allah perintahkan kepada hanba-hamba-Nya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Berdo’alah kepadaKu pasti Aku kabulkan bagi kalian.” (Al-Mu’min: 60)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits yang shahih:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

Do’a itu adalah ibadah.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Al-Imam Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwa do’a-do’a dan ta’awwudz-ta’awwudz (do’a-do’a dalam rangka memohon perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala) kedudukannya seperti sebuah senjata. 

Dan tentunya sebuah senjata tidak semata-mata hanya mengandalkan ketajaman saja. Akan tetapi juga meliputi kelengkapan-kelengkapan lainnya, seperti gagang/pegangan senjata tersebut, dan lain-lainnya. Maka ketika senjata tersebut adalah senjata yang sempurna dan tidak ada kekurangan padanya, pemegangnya adalah orang yang ahli, serta tidak ada penghalang lain untuk mengenai sasaran, maka ia akan mampu menghancurkan musuh. 

Akan tetapi sebaliknya, jika hilang kesempurnaan senjata tersebut atau ada padanya kekurangan, maka kurang atau bahkan hilang pengaruhnya terhadap musuh (tidak bisa menghancurkan musuh).

Beliau juga menjelaskan bahwa do’a merupakan obat yang sangat mujarrab (terbukti) dan sebagai pelindung dari bala`/musibah, mencegah dan mengobatinya, serta meringankan bila musibah telah menimpa. Peran do’a terhadap musibah ada tiga keadaan:

1. Keberadaan do’a terhadap bala` lebih kuat daripada bala` sehingga bisa mengangkat/menghilangkan bala` atau musibah tersebut.

2. Keberadaan do’a terhadap bala` lebih lemah daripada bala`, maka bala` tersebut akan menimpa hamba (yang berdo’a). Akan tetapi terkadang do’a yang lemah tadi bisa meringankan bala` yang menimpa.

3. Keberadaan do’a terhadap bala` berimbang atau sama kuat, sehingga saling mencegah satu dengan yang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ يُغنِي حَذْرٌ مِنْ قَدَرٍ ، وَالدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ ، وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ ، وَإِنَّ البَلاَءَ لَيَنْزِلُ فَيَتَلَقَّاهُ الدُّعَاءُ فَيَعْتَلِجَانِ إِلىَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Tidaklah bermanfaat kehati-hatian dari takdir dan do’a bermanfaat terhadap apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi. Sesungguhnya bala`/musibah pasti terjadi kemudian bertemu dengan do’a, maka keduanya saling berperang sampai datangnya hari kiamat.” (Hadits diriwayatkan oleh Al-Hakim dari shahabiyah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah. Lihat Ad-Da’ wa Ad-Dawa’)

Demikianlah do’a, memiliki peran yang luar biasa pengaruhnya dalam melindungi diri. Oleh karenanya, penting bagi seseorang yang berdo’a untuk mengetahui syarat-syarat dan adab-adab dalam berdo’a, serta hal-hal yang bisa menghalangi terkabulnya do’a, sehingga do’a tersebut benar-benar akan berfungsi sebagai sebuah senjata yang ampuh. Diantara syarat dan adab dalam berdo’a adalah:

1. Ikhlash, hadirnya hati, dan mengharap do’anya dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Berdo’alah kalian kepada Allah dalam keadaan kalian yakin akan dikabulkan. Sesungguhnya Allah tidak menerima do’a dari hati yang lalai lagi main-main (tidak bersungguh-sungguh).” (HR. At-Tirmidzi)

2. Tidak terburu-buru

Sikap sabar dan tidak terburu-buru dalam berdo’a merupakan syarat dan adab dikabulkannya sebuah do’a. Sebaliknya, terburu-buru dan tidak sabar dalam berdo’a merupakan penghalang dikabulkannya do’a. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan hal ini dalam sabdanya:

Akan dikabulkan do’a salah seorang diantara kalian selama ia tidak terburu-buru (dalam do’anya) dan berkata: “Saya telah berdo’a, tapi belum juga dikabulkan!” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu). 

Dalam riwayat Muslim dengan lafazh: “Senantiasa dikabulkan do’a seorang hamba selama ia tidak berdo’a dalam perkara dosa atau dalam rangka memutus hubungan silaturrahim, serta tidak terburu-buru.” Maka ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, apa maksudnya terburu-buru (dalam do’a)?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Yaitu orang yang berdo’a tersebut berkata: ‘Saya sudah berdo’a dan berdo’a, tapi belum juga dikabulkan.’ Kemudian ia jenuh/bosan untuk berdo’a dan akhirnya meninggalkan do’a (tidak lagi berdo’a).”

Makna terburu-buru dalam berdo’a disini yaitu sebagaimana dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits, yakni terburu-buru untuk melihat hasil do’anya. Dan bukan maknanya, terburu-buru dalam melafazhkan do’a, walaupun yang demikian ini mengurangi adab dalam berdo’a.

3. Menjauhi perkara yang haram

Diantara penghalang terkabulnya do’a adalah makan, minum, berpakaian dari apa-apa yang diharamkan Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Dan Allah telah memerintahkan kaum mukminin dengan apa-apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah berfirman: “Wahai para rasul, Makanlah dari yang baik-baik dan beramal sholehlah. Sesungguhnya Aku (Allah) mengetahui apa-apa yang kalian lakukan.

Dan juga firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang Kami rizkikan kepada kalian.”

Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan tentang seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh dalam keadaan rambutnya acak-acakan dan penuh debu, kemudian ia (laki-laki tersebut) mengangkat tangannya ke langit (seraya berdo’a), “Ya Rabbi, ya Rabbi,” akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan dari yang haram. Maka bagaimanakah do’anya akan dikabulkan?” (HR. Muslim, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan kita selaku umatnya dari hal-hal yang haram, baik makanan, minuman, pakaian, serta hasil usaha yang haram yang mana itu semua merupakan penghalang terbesar dikabulkannya do’a.

4. Mengangkat tangan ketika berdo’a

Sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.

5. Memilih waktu-waktu dikabulkan do’a

Memperhatikan waktu-waktu yang mustajab (waktu-waktu do’a dikabulkan) merupakan hal penting bagi seorang yang berdo’a. Yang mana pada waktu-waktu tersebut sangat besar kemungkinan do’a dikabulkan, maka diantara waktu-waktu mustajab yang disebutkan oleh ulama berdasarkan dalil dari Al-Qur`an maupun hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang shahih adalah: Sepertiga malam akhir, antara adzan dan iqamah, akhir waktu Ashar hari Jum’at, ketika sujud, ketika safar, ketika berpuasa, akhir dari shalat lima waktu (yakni ketika sebelum salam).

Jika terpenuhi pada sebuah do’a syarat dan adabnya, serta tidak adanya penghalang, dan dilakukan pada waktu-waktu yang mustajab, maka hampir-hampir do’a tersebut tidak ditolak oleh Allah subhanahu wa ta’ala, serta do’a tersebut benar-benar berfungsi seperti sebuah senjata ampuh yang memberikan manfaat bagi pemiliknya.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Buletin Islam AL ILMU Edisi: 15/IV/VIII/1431
Tulisan ini ditujukan untuk ana dan keluarga. Dibuat dengan cinta. Saran dan nasihat silakan tulis di kolom komentar.

Ada Pertanyaan?




Silakan antum tanyakan ke asatidzah dengan datang saja ke majelis ilmu terdekat, cek lokasinya kajian Info Kajian. Baarakallahu fiikum.
Previous
Next Post »
0 Komentar

Silakan tuliskan komentar, saran dan nasihat antum. Namun tidak semua akan tampilkan.