Mengungkapkan Rasa Syukur

Mengungkapkan Rasa Syukur | al-uyeah.blogspot.com
“Wahai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian. Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rizki kepada kalian dari langit dan bumi? Tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar selain dia, maka mengapa kalian berpaling?” (Fathir: 3)

Di dalam ayat tersebut Allah Ta'ala memerintahkan kepada seluruh manusia agar mereka mengingat nikmat-nikmat-Nya. Karena yang demikian ini akan mendorong seseorang untuk bersyukur kepada Allah Ta'ala.

Ketahuilah, bahwa bersyukur kepada Allah Ta'ala akan menyebabkan terjaganya nikmat yang dikaruniakan kepada seseorang dan menyebabkan datangnya nikmat-nikmat Allah Ta'ala yang lainnya.

Namun sebagaimana diterangkan oleh Al-Imam Ibnu Al-Qayyim rahimahullah, syukur itu tidak akan terwujud kecuali jika terbangun di atas lima perkara. Yaitu dengan merendahkan dirinya kepada Allah Ta'ala, mencintai-Nya, mengakui bahwa nikmat tersebut merupakan karunia dari Allah Ta'ala, memuji Allah Ta'ala dengan lisannya, dan tidak menggunakan nikmat tersebut untuk perkara yang dibenci oleh Allah Ta'ala.

Oleh karena itu, sudah semestinya bagi kita untuk melihat kembali usaha kita dalam mewujudkan rasa syukurnya kepada Allah Ta'ala. Karena apabila salah satu dari lima perkara yang harus dipenuhi tersebut tidak dilakukan, maka belum dikatakan orang tersebut telah bersyukur.

Dengan demikian, bersyukur itu tidaklah cukup dengan mengucapkan alhamdulillah atau dengan sekadar menyadari bahwa nikmat tersebut datangnya dari Allah Ta'ala. Bahkan tidak cukup pula meskipun kemudian dia tunjukkan dengan menghinakan diri serta tidak menyombongkan dirinya kepada Allah Ta'ala. Akan tetapi harus dilengkapi dengan mencintai Allah Ta'ala dan membuktikan cintanya tersebut dengan menggunakan nikmat-nikmat tersebut di jalan yang diridhai-Nya.

Allah Ta'ala telah memberitakan dalam ayat-Nya, bahwa keridhaan-Nya hanya akan diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang bersyukur, sebagaimana dalam firman-Nya:

Dan jika kalian bersyukur, niscaya Dia akan meridhai kalian (dari perbuatan syukur tersebut).” (Az-Zumar: 7)

Oleh karena itu, sudah semestinya bagi orang-orang yang mengharapkan surga Allah Ta'ala untuk memperbaiki dirinya dalam bersyukur kepada Allah Ta'ala. Karena kalau tidak demikian, maka bisa jadi seseorang menyangka dirinya telah bersyukur namun ternyata tidak demikian kenyataannya.

Padahal Allah Ta'ala sebagaimana dalam firman-Nya, telah membagi manusia menjadi dua kelompok. Yaitu kelompok orang-orang yang bersyukur dan kelompok orang-orang yang kufur, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; maka (manusia) ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (Al-Insan: 3)

Maka marilah kita berusaha melihat pada diri kita masing-masing. Pada kelompok yang mana kita berada? Sudahkah kita mensyukuri nikmat waktu, nikmat sehat, penglihatan, pendengaran, lisan dan lain-lainnya dengan menggunakannya untuk beribadah di jalan Allah Ta'ala? Sudahkah kita mensyukuri nikmat yang dikaruniakan-Nya kepada kita, kemudahan dalam sarana transportasi dan komunikasi serta yang semisalnya untuk digunakan di jalan Allah Ta'ala? Ataukah justru sarana tersebut digunakan untuk bermaksiat kepada Allah Ta'ala?

Ingatlah, bahwa nikmat-nikmat Allah Ta'ala yang dikaruniakan kepada kita sangat banyak dan kita akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. 

Oleh karena itu, marilah kita mensyukuri nikmat-nikmat Allah Ta'ala dan jangan mengkufurinya. Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam telah mencontohkan kepada umatnya dan menganjurkan umatnya untuk mensyukuri nikmat.

Tersebut di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim rahimahumallah dalam Shahih keduanya, melalui jalan sahabat Anas radiyallahu'anhu: Bahwasanya Nabi Shallallahu'alaihiwasalam melewati sebiji kurma ketika sedang berjalan, maka beliau Shallallahu'alaihwiasalam bersabda:

Ù„َÙˆْلاَ Ø£َÙ†ْ تَÙƒُÙˆْÙ†َ Ù…ِÙ†َ الصَّدَÙ‚َØ©ِ Ù„َØ£َÙƒَÙ„ْتُÙ‡َا

Kalaulah bukan (karena aku takut) kurma tersebut dari shadaqah, sungguh aku akan memakannya.”

Dari satu hadits ini saja, kita bisa mengetahui betapa besarnya perhatian Nabi Shallallahu'alaihiwasalam terhadap nikmat Allah Ta'ala, sehingga tidak membiarkan meskipun hanya sebiji kurma untuk dibuang dan rusak tanpa dimanfaatkan.

Kalau kita bandingkan dengan keadaan sebagian kita, akan kita dapatkan perbedaan yang sangat jauh. Makanan yang dibuang sia-sia merupakan pemandangan yang mungkin setiap hari dijumpai di sebagian rumah kita. Baik karena berlebihan dalam memasaknya atau membelinya yang kemudian menjadi rusak dan busuk sehingga kemudian dibuang sia-sia.

Padahal terkadang makanan tersebut bukanlah makanan yang murah harganya atau mudah mendapatkannya. Sementara di sekitar rumahnya banyak orang-orang fakir miskin yang tidak memiliki makanan. Sudah semestinya bagi kita semua untuk berusaha memperbaiki dirinya dalam bersyukur kepada Allah Ta'ala.

Ketahuilah, bahwa seseorang apabila tidak mensyukuri nikmat Allah Ta'ala, maka dia akan berada pada satu dari dua keadaan. 

Kemungkinan yang pertama, Allah Ta'ala akan mengambil nikmat tersebut darinya dan kemungkinan yang kedua, nikmat tersebut akan terus bersamanya namun akan menambah beratnya siksa di akhirat kelak. Maka tentunya kita semua tidak ingin terjatuh pada salah satu dari kedua keadaan tersebut.

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa dibiarkannya mereka (terus mendapat nikmat) adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami membiarkan mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka nantinya adzab yang menghinakan.” (Ali ‘Imran: 178)

Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku, dan bersyukurlah kalian kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku.” (Al-Baqarah: 152)

Ketahuilah, bahwa nikmat yang paling besar yang Allah Ta'ala karuniakan kepada hamba-hamba-Nya adalah nikmat ber-Islam dan memahaminya dengan pemahaman yang benar. 

Yaitu memahaminya sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam kepada para sahabatnya. Karena seseorang yang telah mendapatkan nikmat tersebut berarti dia telah mengikuti satu-satunya jalan yang diridhai oleh Allah Ta'ala, yang akan mengantarkan dirinya pada kebahagiaan yang selamanya. Allah Ta'ala berfirman:

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al-Ma`idah: 3)

Besarnya nikmat ber-Islam dan memahaminya dengan pemahaman yang benar tersebut akan dirasakan oleh seseorang, ketika dia melihat bagaimana keadaan orang-orang yang tidak mendapatkan nikmat ini.

Betapa banyak orang-orang yang tersesat sehingga mengikuti akidah orang-orang kafir dan musyrikin. Betapa banyak orang-orang yang menyimpang karena mengikuti aturan-aturan yang diada-adakan oleh pemimpinnya atau pendiri kelompoknya sendiri.

Begitu pula, betapa banyak orang-orang yang tersesat karena hanya mengikuti kebiasaan atau tradisi masyarakatnya yang mengada-adakan amal ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam dan para sahabatnya. Maka, orang-orang yang benar-benar mengikuti ajaran Islam dan memahaminya dengan pemahaman yang benar, sungguh dirinya telah diselamatkan oleh Allah Ta'ala dari berbagai bentuk kesesatan.

Besarnya nikmat Islam dan hidayah memahami agama Islam dengan benar juga akan dirasakan manakala seseorang mengetahui janji Allah Ta'ala bagi orang-orang yang mendapatkan nikmat ini dan ancaman-Nya bagi orang-orang yang tidak mendapatkannya. Sebagaimana dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat yang aman. (Yaitu) di dalam taman-taman dan mata air-mata air. Mereka memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal, (duduk) berhadap-hadapan. Demikian pula Kami berikan kepada mereka bidadari. Di dalamnya mereka meminta segala macam buah-buahan dengan aman (dari segala kekhawatiran). Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia dan Allah memelihara mereka dari adzab neraka. Sebagai karunia dari Rabbmu. Yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar.” (Ad-Dukhan: 51-57)

Allah Ta'ala menyebutkan balasan bagi orang-orang yang tidak mendapatkan nikmat Islam di dalam firman-Nya:

Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang dan neraka Jahannam adalah tempat tinggal mereka.” (Muhammad: 12)

Maka marilah kita berusaha untuk mensyukuri nikmat yang paling besar ini. Meskipun nikmat yang lainnya pun tidak boleh disepelekan. Namun nikmat mengikuti agama Islam merupakan nikmat yang paling besar dan tidak bisa dikalahkan oleh nikmat apapun.

Sekalipun dibandingkan dengan orang mendapatkan nikmat dunia dan seisinya, namun tidak mendapatkan nikmat Islam. Marilah kita bersungguh-sungguh dalam mempelajari dan mengamalkannya. Tidak sekadar mengikuti kebanyakan atau keumuman orang. Tidak pula dengan mengandalkan semangat tanpa dilandasi ilmu.

Namun harus didasarkan kepada Al-Qur`an dan hadits Nabi Shallallahu'alaihiwasalam serta memahami keduanya dengan bimbingan para ulama yang mengikuti jalan generasi terbaik umat ini. Yaitu jalannya para sahabat Nabi Shallallahu'alaihiwasalam. Karena mereka adalah orang-orang yang telah mempelajari agama ini dari lisan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam dan mengetahui bagaimana Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam mempraktikkan agama ini.

Dengan demikian kita akan diselamatkan dari berbagai ajaran yang menyimpang dan selanjutnya mendapatkan janji Allah Ta'ala, yaitu kenikmatan surga pada kehidupan yang selamanya nanti. Wallahu a’lam bish-shawab.

"Kewajiban Mensyukuri Nikmat"
AsySyariah.com
Tulisan ini ditujukan untuk ana dan keluarga. Dibuat dengan cinta. Saran dan nasihat silakan tulis di kolom komentar.

Ada Pertanyaan?




Silakan antum tanyakan ke asatidzah dengan datang saja ke majelis ilmu terdekat, cek lokasinya kajian Info Kajian. Baarakallahu fiikum.
Previous
Next Post »
0 Komentar

Silakan tuliskan komentar, saran dan nasihat antum. Namun tidak semua akan tampilkan.