Paham yang Berbahaya

Paham yang Berbahaya | al-uyeah.blogspot.com
Satu di antara sekian hal yang selalu dipertentangkan antara ahli tauhid dan musuh-musuhnya adalah syafaat. Karena, dengan berlindung di balik kata syafaat inilah, para penentang tauhid berupaya melanggengkan amalan-amalan kesyirikan yang justru tengah dan terus diupayakan untuk diberantas oleh para ahli tauhid.

Paham yang Berbahaya

Upaya “mempertahankan ajaran-ajaran nenek moyang” masih berlangsung di sekitar kita. Bahkan kian meruak dan menjadi-jadi, seakan-akan hal itu telah menjadi sumber kebenaran dan tidak ada salahnya. Hari demi hari, kaum muslimin ditarik menuju keterbelakangan dan kehinaan yang akan berujung pada “mengembalikan dinasti Fir’aunisme”, yaitu dinasti pengkultusan terhadap insani yang lemah dan serba kekurangan menjadi sesembahan selain Allah 'Azza wa Jalla, keangkuhan dan kesombongan, kejahilan dan kedzaliman.

Bermunculannya orang-orang angkuh di hadapan kebenaran dan tidak mau tahu tentangnya, merupakan hasil peneluran paham ajaran nenek moyang yang sudah menetas dan berkembang pada sebagian kaum muslimin. 

Sehingga tidak heran jika ada orang-orang yang sangat sulit menerima kebenaran, sekalipun hujjah di hadapannya laksana malam bagaikan siang, yakni telah jelas dengan sejelas-jelasnya. Padahal Allah 'Azza wa Jalla mengatakan di dalam firman-Nya:

اتَّبِعُوامَاأُنْزِلَإِلَيْكُمْمِنْرَبِّكُمْوَلاَتَتَّبِعُوامِنْدُوْنِهِأَوْلِيَاءَقَلِيْلاًمَاتَذَكَّرُوْنَ

“Ikutilah segala apa yang diturunkan dari Rabb kalian, dan janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya sebagai penolong. Dan amatlah sedikit dari kalian yang mau mengambil pelajaran.” (Al-A’raf: 3)

Seruan untuk kembali mengikuti apa yang diturunkan oleh Allah 'Azza wa Jalla, mereka tangkal dengan ucapan “Kami hanya mengikuti apa yang kami dapati dari nenek moyang kami.” Apa yang mereka inginkan dari ucapan tersebut, sementara sebagian mereka mengetahui keadaan agama nenek moyang mereka yang sesungguhnya?

Tidak ada tujuan mereka selain menolak kebenaran dan menghalangi orang lain dari jalan Allah 'Azza wa Jalla. Ucapan mereka ini telah diabadikan oleh Allah 'Azza wa Jalla di dalam Al-Qur`an, sebagaimana dalam firman-Nya:

وَإِذَاقِيْلَلَهُمُاتَّبِعُوامَاأَنْزَلَاللهُقَالُوابَلْنَتَّبِعُمَاأَلْفَيْنَاعَلَيْهِآبَاأَنَاأَوَلَوْكَانَآبَاؤُهُمْلاَيَعْقِلُوْنَشَيْئًاوَلاَيَهْتَدُوْنَ

Dan apabila dikatakan kepada mereka ikutilah apa-apa yang telah diturunkan kepada kalian oleh Rabb kalian, mereka menjawab: ‘Bahkan yang kami ikuti adalah apa yang kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami,’ sekalipun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui dan tidak mendapatkan petunjuk.” (Al-Baqarah: 170)

Apakah mereka akan mengakhiri perjalanan hidup mereka sebagaimana Fir’aun, yang mengaku beriman dan mengakui kebenaran setelah dia tidak berdaya dan ajal berada di tenggorokan? Tentu bukan itu harapan kita semua. Yang kita harapkan adalah agar kaum muslimin berada di atas bashirah (ilmu) dalam menjalankan syariat agama, sehingga tidak menjadi mangsa pembodohan oleh orang-orang bodoh dan menjadi bebek dari dinasti kejahiliyahan.

Oleh karena itu, memerangi paham “mempertahankan ajaran nenek moyang” merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim. Hal itu dilaksanakan dengan mengembalikan syi’ar dakwah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan meninggalkan segala paham yang menyelisihi syariatnya. Karena kewajiban ini juga merupakan wujud cinta kita kepada segenap kaum muslimin, maka kita harus menyingkirkan kerancuan semacam ini:

“Demi terjaganya ukhuwwah Islamiyah, kita jangan menimbulkan gesekan di masyarakat dalam bentuk apapun.”

Sungguh, pemahaman ini sangat berbahaya bila didalami dan dicermati dengan kacamata ilmu. Dan hanya akan menjadi indah bila dipahami dengan kaca mata akal yang sudah rusak dan dzauq (perasaan) yang sudah mati karena kejumudan dalam taqlid. Ini adalah konsep Iblis yang ditebarkan oleh kaum sufiyah modern yaitu Jama’atut Tabligh wad Da’wah. 

Juga seperti konsep Ikhwanul Muslimin dalam amal dakwah mereka. Prinsip ini mengharuskan setiap orang untuk diam dari menyuarakan kebenaran, terlebih kebenaran itu akan menimbulkan friksi dan tidak menguntungkan “dakwah”. Diakui atau tidak, demikianlah hakikat dakwah mereka di masyarakat.

Dan konsep Iblis ini dibungkus dengan bahasa Islami yaitu demi ukhuwwah. Apakah demikian definisi ukhuwwah dalam pandangan Al-Qur`an dan As-Sunnah? Sementara Al-Qur`an dinamakan Al-Furqan (pembeda) karena Al-Qur`anmemisahkan antara yang haq dan yang batil berikut pengikut keduanya, antara syirik dan tauhid berikut pengikut keduanya, antara sunnah dan bid’ah berikut pengikut keduanya, dan antara hidayah dan kesesatan, berikut pemilik keduanya.

أَفَنَجْعَلَالْمُسْلِمِيْنَكَالْمُجْرِمِيْنَ. مَالَكُمْكَيْفَتَحْكُمُوْنَ

Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang-orang kafir)? Mengapa kamu (berbuat demikian), bagaimanakah kalian mengambil keputusan?” (Al-Qalam: 35-36)

أَمْنَجْعَلُالَّذِيْنَآمَنُواوَعَمِلُواالصَّالِحَاتِكَالْمُفْسِدِيْنَفِياْلأَرْضِأَمْنَجْعَلُالْمُتَّقِيْنَكَالْفُجَّارِ

Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertaqwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?” (Shad: 28)

Benarkah Syafaat Diminta Kepada Selain Allah, Bagian 1
Penulis : Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi
Tulisan ini ditujukan untuk ana dan keluarga. Dibuat dengan cinta. Saran dan nasihat silakan tulis di kolom komentar.

Ada Pertanyaan?




Silakan antum tanyakan ke asatidzah dengan datang saja ke majelis ilmu terdekat, cek lokasinya kajian Info Kajian. Baarakallahu fiikum.
Previous
Next Post »
0 Komentar

Silakan tuliskan komentar, saran dan nasihat antum. Namun tidak semua akan tampilkan.