Prinsip Batil

Prinsip Batil | al-uyeah.blogspot.com
“Demi terjaganya ukhuwwah Islamiyah, kita jangan menimbulkan gesekan di masyarakat dalam bentuk apapun.”

Sungguh, pemahaman ini sangat berbahaya bila didalami dan dicermati dengan kacamata ilmu. Dan hanya akan menjadi indah bila dipahami dengan kaca mata akal yang sudah rusak dan dzauq (perasaan) yang sudah mati karena kejumudan dalam taqlid. 

Ini adalah konsep Iblis yang ditebarkan oleh kaum sufiyah modern yaitu Jama’atut Tabligh wad Da’wah. Juga seperti konsep Ikhwanul Muslimin dalam amal dakwah mereka. Prinsip ini mengharuskan setiap orang untuk diam dari menyuarakan kebenaran, terlebih kebenaran itu akan menimbulkan friksi dan tidak menguntungkan “dakwah”. Diakui atau tidak, demikianlah hakikat dakwah mereka di masyarakat.

Dan konsep iblis ini sangat batil, dilihat dari beberapa sisi:

a. Merupakan sunnatullah bahwa perjalanan dakwah yang haq akan mendapatkan perlawanan sengit dari kebatilan dan pelakunya, yang berawal sejak keberadaan bapak manusia yaitu Nabi Adam ‘alaihissalam sampai akhir jaman. 

Pertempuran antara ahli kebatilan dan kebenaran tidak akan pupus selama kehidupan masih ada di dunia ini. Allah 'Azza wa Jalla telah menceritakan dalam kitab-Nya tentang perjalanan dakwah Nabi Nuh ‘alaihissalam sebagai rasul yang pertama, yang mendapatkan penentangan hebat dari istri dan kaumnya, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dari ayah dan kaumnya, Nabi Luth ‘alaihissalam dari istri dan kaumnya, Nabi Hud ‘alaihissalam dari kaum ‘Ad, Nabi Shalih ‘alaihissalam dari kaumnya Tsamud, Nabi Syu’aib ‘alaihissalam dari kaumnya Madyan, Nabi Musa dan ‘Isa ‘alaihimassalam dari kaumnya Bani Israil, dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari keluarga dan umat beliau. Allah 'Azza wa Jalla menjelaskan sunnah ini di dalam firman-Nya:

وَكَذَلِكَجَعَلْنَالِكُلِّنَبِيٍّعَدُوًّاشَيَاطِيْنَاْلإِنْسِوَالْجِنِّيَوْحِيبَعْضُهُمْإِلَىبَعْضٍزُخْرُفَالْقَوْلِغُرُوْرًا

Dan demikianlah kami menjadikan musuh bagi setiap nabi, yaitu (musuh) dari kalangan setan manusia dan jin, yang sebagiannya membisikkan kepada sebagian yang lain (dengan) ucapan yang dihiasi dengan penuh penipuan.” (Al-An’am: 112)

وَكَذَلِكَجَعَلْنَالِكُلِّنَبِيٍّعَدُوًّامِنَالْمُجْرِمِيْنَوَكَفَىبِرَبِّكَهَادِيًاوَنَصِيْرًا

Demikianlah kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi dari para pelaku maksiat, dan cukuplah Rabbmu sebagai pemberi petunjuk dan penolong.” (Al-Furqan: 31)

As-Sa’di rahimahullahu menjelaskan dalam tafsir beliau:

“(Sebagai sebuah penghibur bagi Rasul-Nya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam), Allah 'Azza wa Jalla berfirman: ‘Sebagaimana Kami telah menjadikan bagimu musuh-musuh yang akan membantah, memerangi dan hasad terhadap dakwahmu (maka) inilah sunnah Kami, yaitu menjadikan musuh-musuh bagi setiap nabi yang Kami utus dari kalangan setan manusia dan jin yang akan melawan segala apa yang dibawa oleh para rasul’.” (lihat Taisirul Karimirrahman, hal. 232)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu mengatakan:

“Termasuk hikmah Allah 'Azza wa Jalla yaitu, tidaklah Allah 'Azza wa Jalla mengutus seorang nabi melainkan Dia menjadikan musuh dari kalangan manusia dan jin bagi mereka. Hal itu untuk membuktikan bahwa dengan adanya musuh, kebenaran itu akan terbersihkan (dari kebatilan, -pen.) dan kebenaran itu akan menjadi jelas. 

Karena dengan adanya lawan dari setiap perkara (misal: syirik dengan tauhid, kemaksiatan dengan ketaatan, -red.) tentu akan menguatkan hujjah yang lain. Apabila sesuatu itu berjalan polos (tanpa ada yang menentang, -pen.) tidaklah akan menjadi jelas (dibandingkan) bila padanya ada penentangan, sampai akhirnya kebenaran itu melumatkan kebatilan dan menjadi terang-benderang. Dan sunnah yang menimpa para nabi juga telah menimpa segenap pengikut mereka.” (Syarah Kasyfus Syubhat, hal. 23)

Apakah setelah semuanya ini mereka akan berusaha untuk menghilangkan sunnatullah, atau menyembunyikannya di balik layar ‘demi ukhuwwah’?

b. Prinsip di atas akan menghancurkan prinsip dasar di dalam agama, yaitu prinsip ingkarul mungkar (mengingkari kemungkaran dan pelakunya). 

Ini adalah sebuah fenomena kebatilan di atas kebatilan, yang dikemas dengan rapi dalam peti Iblis: ‘demi ukhuwwah Islamiyah’. Prinsip ingkarul mungkar telah dijelaskan oleh Allah 'Azza wa Jalla dan Rasul-Nya dalam banyak ayat dan hadits, di antaranya:

وَلْتَكُنْمِنْكُمْأُمَّةٌيَدْعُوْنَإِلَىالْخَيْرِوَيَأْمُرُوْنَبِالْمَعْرُوْفِوَيَنْهَوْنَعَنِالْمُنْكَرِ

Dan hendaklah ada sekelompok orang dari kalian yang menyeru kepada kebaikan, memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran.” (Ali ‘Imran: 104)

كًُنْتُمْخَيْرَأُمَّةٍأُخْرِجَتْلِلنَّاسِتَأْمُرُوْنَبِالْمَعْرُوْفِوَتَنْهَوْنَعَنِالْمُنْكَرِ

Kalian adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan bagi manusia, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran.” (Ali ‘Imran: 110)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْرَأَىمِنْكُمْمُنْكَرًافَلْيُغَيِّرْهُبِيَدِهِفَإِنْلَمْيَسْتَطِعْفَبِلِسَانِهِفَإِنْلَمْيَسْتَطِعْفَبِقَلْبِهِوَذَلِكَأَضْعَفُاْلإِيْمَانِ

Barangsiapa melihat kemungkaran maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Dan bila dia tidak sanggup, hendaklah dia mengubahnya dengan lisannya. Dan bila dia tidak sanggup maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemah iman.

Di atas prinsip inilah, Islam diturunkan oleh Allah 'Azza wa Jalla. Adapun jika Islam di atas prinsip batil di atas, niscaya:

1. Tidak akan terang dan jelas kebenaran dan kebatilan, sampai sekarang ini.
2. Tidak akan ada amanat jihad melawan ahli kebatilan.
3. Tidak ada perintah ingkarul mungkar.
4. Tidak ada hak dan batil di dalam Islam, sehingga pada akhirnya semua agama adalah sama.

Ibnu Syubrumah rahimahullahu mengatakan:

“Menyeru kepada yang ma’ruf dan men-cegah dari kemungkaran sama dengan jihad. Dan setiap orang wajib bersabar dari dua orang yang akan mengganggu, tidak boleh lari dari keduanya dan tidak boleh bersabar lebih dari itu (diam). 

Meskipun dia takut terhadap caci makian atau dia takut mendengar ucapan yang jelek, (tetap) tidak akan gugur kewajiban ingkarul mungkar sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Al-Imam Ahmad. Dan bila dia menanggung beban gangguan dan dia tetap kokoh menghadapinya, maka itu adalah lebih utama.” (lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 436)

Ibnu Rajab rahimahullahu mengatakan:

“Ketahuilah bahwa menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran terkadang dilakukan karena mengharapkan pahala dari Allah 'Azza wa Jalla. Terkadang dilakukan karena takut dari adzab Allah 'Azza wa Jalla bila meninggalkannya. Terkadang karena marah ketika keharaman Allah 'Azza wa Jalla dilanggar. 

Terkadang bertujuan menasehati kaum mukminin, kasih sayang kepada mereka dan berharap agar mereka terbebaskan dari perkara yang menjatuhkan mereka pada murka Allah 'Azza wa Jalla baik di dunia ataupun di akhirat. 

Terkadang dilakukan sebagai satu bentuk pengagungan, pemulia-an dan kecintaan kepada Allah 'Azza wa Jalla, di mana Allah 'Azza wa Jalla harus ditaati dan tidak dimaksiati, diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dasn tidak dikufuri, dan agar setiap orang menebus dosa-dosa yang pernah dilakukan dengan jiwa dan harta.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 440)

Apakah mereka akan membangun sebuah prinsip batil lalu menumbangkan prinsip yang asasi di dalam agama? Tentu ini adalah sebuah kebatilan yang harus diingkari dan diperangi.

Dikutip dari "Benarkah Syafaat Diminta Kepada Selain Allah, Bagian 1"
Penulis : Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi
Tulisan ini ditujukan untuk ana dan keluarga. Dibuat dengan cinta. Saran dan nasihat silakan tulis di kolom komentar.

Ada Pertanyaan?




Silakan antum tanyakan ke asatidzah dengan datang saja ke majelis ilmu terdekat, cek lokasinya kajian Info Kajian. Baarakallahu fiikum.
Previous
Next Post »
0 Komentar

Silakan tuliskan komentar, saran dan nasihat antum. Namun tidak semua akan tampilkan.