Syarat Mutlak Syafaat | al-uyeah.blogspot.com |
Syarat untuk mendapatkan syafaat Allah. Syafaat merupakan sesuatu yang dibutuhkan setiap hamba ketika mengha-dapi kegentingan hidup di dunia maupun di akhirat nanti. Kebutuhan terhadap syafaat menyebabkan sebagian manusia jatuh dalam kesyirikan, yakni dengan memintanya kepada selain Allah. Mereka tidak mengetahui bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu justru akan menghalanginya mendapatkan syafaat.
Ada dua syarat bagi seseorang untuk mendapatkan syafaat dan memberikan syafaat di sisi Allah.
Pertama: Orang yang akan memberikan syafaat mendapatkan izin dari Allah
Tanpa izin-Nya, tidak ada seorangpun yang sanggup memberikan syafaat di sisi Allah. Allah Ta'ala berfirman:
“Tidak ada seorangpun yang memberi syafaat di sisi-Nya melainkan dengan seizin-Nya.” (Al-Baqarah: 255)
Syafaat di sisi Allah tidaklah seperti syafaat makhluk kepada yang lain yang bisa diberikan meskipun tidak diizinkan.
Kedua: Orang yang akan mendapatkan syafaat adalah orang-orang yang diridhai Allah, dan Allah tidak meridhai kekufuran dan kesyirikan namun meridhai keimanan dan ketauhidan.
Allah Ta'ala berfirman:
“Dan mereka tidak akan memberikan syafaat melainkan kepada orang yang telah Allah ridhai.” (Al-Anbiya`: 28)
“Dan Allah tidak meridhai kekufuran bagi hamba-hamba-Nya.” (Az-Zumar: 7)
Dan Allah Ta'ala telah menghimpun kedua syarat ini di dalam firman-Nya:
“Dan berapa banyak malaikat yang ada di langit, syafaat mereka tidak berguna sedikitpun kecuali setelah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai.” (An-Najm: 36)
[lihat Syarah Aqidah Thahawiyyah Asy-Syaikh Shalih Fauzan hal. 21, Al-Qaulul Mufid Syarah Kitab At-Tauhid Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin 1/437, Kasyfus Syubhat Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, Qurratu ‘Uyunil Muwahhidin Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab hal. 154, Syarah Lum’atul I’tiqad hal. 130]
Dalam permasalahan syafaat manusia digolongkan menjadi tiga:
1. Kaum yang ghuluw (berlebihan) di dalam menetapkan adanya syafaat sehingga mereka memintanya dari orang-orang yang telah mati, kuburan, patung-patung, batu-batu, dan pepohonan.
Allah Ta'ala berfirman:
“Dan mereka menyembah selain Allah sesuatu yang tidak bisa memberikan kemudharatan dan manfaat kepada mereka, dan mereka mengatakan bahwa mereka (yang disembah itu) adalah pensyafaat kami di sisi Allah.” (Yunus: 18)
“Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (Az-Zumar: 3)
2. Kaum yang berlebihan di dalam menafikan syafaat seperti halnya kaum Mu’tazilah dan Khawarij di mana mereka menafikan adanya syafaat bagi para pelaku dosa besar.
Mereka berani menyelisihi sesuatu yang dalilnya telah mutawatir dari Al-Qur`an dan As-Sunnah.
3. Kaum yang berada di tengah-tengah, yang menetapkan adanya syafaat sesuai dengan apa yang telah disebutkan oleh Allah dan Rasul-Nya, tanpa tafrith dan ifrath.
Mereka adalah Ahlus Sunnah. (lihat Syarah Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah Asy-Syaikh Shalih Fauzan, hal 21)
Ibnu Abil ‘Izzi menjelaskan: “Manusia dalam permasalahan syafaat ada tiga (golongan) pendapat:
(Pertama): Musyrikin, Nasrani, dan Sufiyyah yang ghuluw terhadap guru-guru mereka dan selainnya. Mereka meyakini bahwa syafaat orang yang mereka agungkan di sisi Allah bagaikan syafaat di dunia.
(Kedua): Mu’tazilah dan Khawarij. Mereka mengingkari syafaat Nabi kita Shallallahu'alaihiwasalam dan selainnya, terhadap pelaku dosa besar.
(Ketiga): Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka menetapkan adanya syafaat Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam dan selain beliau terhadap pelaku dosa besar, dan bahwa tidak ada yang bisa memberikan syafaat melainkan dengan izin Allah. (Syarah Aqidah Thahawiyyah hal. 235)
Macam-Macam Syafaat
Telah dibahas oleh para ulama bahwa syafaat secara umum ada dua macam:
Pertama: Syafaat Manfiyyah yaitu syafaat yang ditiadakan oleh Al-Qur`an, yaitu syafaat yang mengandung kesyirikan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan: “Allah telah meniadakan segala hal yang dijadikan tempat bergantung kaum musyrikin selain-Nya. Allah meniadakan dari selain-Nya, segala bentuk kepemilikan, bagian atau bantuan untuk Allah. Sehingga tidak tersisa lagi melainkan syafaat.
Dan Allah menjelaskan bahwa syafaat tidak bermanfaat kecuali yang mendapat izin dari Allah, sebagaimana firman Allah: “Mereka tidak bisa memberikan manfaat kecuali kepada siapa yang diridhai-Nya.” Syafaat jenis inilah yang disangka kaum musyrikin (bahwa mereka akan mendapatkannya). Padahal (mereka) tidak akan mendapatkannya pada hari kiamat sebagaimana telah ditiadakan oleh Al-Qur`an.
Dan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalm telah memberitakan bahwa beliau datang menghadap Allah kemudian bersujud dan bertahmid. Dan beliau tidak memulai dengan (meminta) syafaat, kemudian dikatakan kepada beliau: “Angkat kepalamu dan katakanlah, maka akan didengar. Dan mintalah, akan diberi. Dan mintalah syafaat, kamu akan diberikan.” Abu Hurairah radiyallahu'anhu berkata: “Siapakah yang paling berbahagia dengan syafaat engkau?” Beliau Shallallahu'alaihiwasalm bersabda: “Orang yang mengucapkan La ilaha illallah dengan penuh keikhlasan dari dalam hatinya.”
Itulah syafaat bagi orang-orang yang ikhlas dengan izin Allah dan tidak akan diberikan bagi orang yang menyekutukan Allah. Hakikatnya adalah Allah-lah yang akan memberikan keutamaan kepada orang-orang yang ikhlas. Allah akan mengampuni mereka melalui doa orang yang telah diizinkan untuk memberikan syafaat yang bertujuan untuk memulia-kannya dan mendapatkan kedudukan yang terpuji.
Maka syafaat yang ditiadakan Al-Qur`an adalah syafaat mengandung kesyirikan. Oleh karena itu Allah menetapkan adanya syafaat dalam banyak tempat dan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam telah menjelaskan bahwa syafaat tidak akan didapati melainkan bagi orang yang bertauhid dan ikhlas.” (Lihat Majmu’ Fatawa 1/116 dan Al-Kalam ‘ala Haqiqatil Islam hal. 116-121)
Kedua: Syafaat mutsbatah yaitu syafaat yang keberadaannya ditetapkan Al-Qur`an bagi orang-orang yang bertauhid.
Syafaat ini ada dua bentuk, yang sifatnya umum dan yang sifatnya khusus.
1. Syafaat yang sifatnya khusus
Khusus artinya hanya dimiliki Rasulul-lah Shallallahu'alaihiwasalam dan tidak dimiliki oleh selain beliau dari kalangan para nabi dan rasul.
a. Syafaat Al-‘Uzhma atau Al-Kubra yaitu syafaat kepada seluruh manusia di hari mahsyar, sebagaimana dalam riwayat Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah radiyallahu'anhu dan juga dari shahabat Anas bin Malik radiyallahu'anhu.
Dalam syafaat ini, para rasul (selain Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam) berlepas diri darinya dan tidak sanggup memberikannya kepada yang lain. Itulah maqam mahmud (kedudukan yang terpuji) bagi imam para rasul sebagaimana telah dijanjikan Allah di dalam Al-Qur`an. Tidak ada penentangan sedikitpun dalam masalah ini baik dari Khawarij ataupun Mu’tazilah
b. Syafaat beliau terhadap penduduk surga untuk masuk ke dalamnya. Karena, setelah mereka melewati Shirath (titian) dan sampai ke surga, mereka menemukannya dalam keadaan tertutup dan mereka meminta siapa yang akan memberikan syafaat. Lalu Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam meminta kepada Allah untuk memberikan syafaat kepada mereka. (lihat Al-Qaulul Mufid Syarah Kitab At-Tauhid 1/426)
2. Syafaat yang sifatnya umum
Umum artinya syafaat yang dimiliki oleh Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam dan selain beliau dari kalangan para nabi dan rasul berikut kaum mukminin.
a. Syafaat bagi para pelaku maksiat dari kalangan umat beliau yang berhak masuk neraka agar tidak memasukinya.
b. Syafaat beliau bagi ahli tauhid yang bermaksiat dan telah masuk ke dalam neraka agar bisa keluar darinya. Hadits yang menjelaskan demikian adalah mutawatir dari Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalm.
Dan sungguh para shahabat Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam telah ijma’ (sepakat) terhadap hal itu, dan begitu pula seluruh Ahlus Sunnah. Dan setiap orang yang mengingkarinya akan dicap sebagai pelaku bid’ah dan mereka disikapi dengan keras dan tegas. Di sinilah letak penentangan kaum Khawarij dan Mu’tazilah, dan kalangan ahli bid’ah yang mengikuti langkah mereka.
c. Syafaat untuk mengangkat derajat kaum mukminin di dalam surga. Dalam syafaat ini tidak ada penentangan sedikitpun baik dari Mu’tazilah atau Khawarij.
Namun yang jelas, semua jenis syafaat ini akan diberikan kepada orang-orang yang bertauhid, yang mereka tidak menjadikan selain Allah sebagai wali (penolong) dan syafi’ (pembela). Allah Ta'ala berfirman:
“Dan berikanlah peringatan kepada orang yang takut untuk dibangkitkan ke hadapan Rabb mereka, yang mereka tidak memiliki penolong dan pembela selain Allah.” (Al-An’am: 51) [Lihat Fathul Majid hal. 244-252, Syarah Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah Ibnu Abil ‘Izzi hal. 232, Al-Qaulul Mufid 1/426, ‘Aqa`id A`immatis Salaf hal.113]
Makna Hadits Abu Hurairah radiyallahu'anhu
Abu Hurairah radiyallahu'anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalm:
“Ya Rasulullah, siapakah yang paling beruntung dengan syafaat engkau kelak pada hari kiamat?”
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam bersabda: “Sungguh aku telah menyangka bahwa tidak ada seseorang yang lebih dahulu bertanya tentang ini kecuali engkau, karena semangatmu dalam mencari hadits.”
Beliau bersabda: “Orang yang paling beruntung dengan syafaatku kelak adalah orang yang mengucapkan La ilaha illallah dengan penuh keikhlasan dari dalam hatinya.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Ucapan beliau: ‘Orang yang mengucapkan La ilaha illallah’ adalah untuk mengecualikan orang yang menyekutukan Allah; dan ucapan beliau ‘dengan penuh keikhlasan’ mengecualikan orang-orang yang munafiq dalam mengucapkannya. (Lihat Fathul Bari 1/236)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan: “Kaum musyrikin tidak mendapatkan syafaat sedikitpun, karena mereka tidak mengucapkan La ilaha illallah… Dan (perkataan beliau: dengan penuh keikhlasan) mengecualikan orang yang mengucapkan kalimat Laa ilaha illallah karena kemunafikan, mereka tidak mendapatkan syafaat sedikitpun… Dan ucapan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam ‘dengan penuh keikhlasan’ artinya selamat (aqidahnya) tanpa dikotori sedikitpun oleh sifat riya` (ingin pamer dalam beramal) dan sum’ah (memperdengarkan amalnya dengan harapan mendapatkan pujian dari orang lain). Ini merupakan gambaran sebuah persaksian (terhadap La ilaha illallah) dengan penuh keyakinan.” (Lihat Al-Qaulul Mufid 1/440)
Wallahu a‘lam.
"Benarkah Syafaat Diminta Kepada Selain Allah?"
ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah
AsySyariah.com
Ada dua syarat bagi seseorang untuk mendapatkan syafaat dan memberikan syafaat di sisi Allah.
Pertama: Orang yang akan memberikan syafaat mendapatkan izin dari Allah
Tanpa izin-Nya, tidak ada seorangpun yang sanggup memberikan syafaat di sisi Allah. Allah Ta'ala berfirman:
“Tidak ada seorangpun yang memberi syafaat di sisi-Nya melainkan dengan seizin-Nya.” (Al-Baqarah: 255)
Syafaat di sisi Allah tidaklah seperti syafaat makhluk kepada yang lain yang bisa diberikan meskipun tidak diizinkan.
Kedua: Orang yang akan mendapatkan syafaat adalah orang-orang yang diridhai Allah, dan Allah tidak meridhai kekufuran dan kesyirikan namun meridhai keimanan dan ketauhidan.
Allah Ta'ala berfirman:
“Dan mereka tidak akan memberikan syafaat melainkan kepada orang yang telah Allah ridhai.” (Al-Anbiya`: 28)
“Dan Allah tidak meridhai kekufuran bagi hamba-hamba-Nya.” (Az-Zumar: 7)
Dan Allah Ta'ala telah menghimpun kedua syarat ini di dalam firman-Nya:
“Dan berapa banyak malaikat yang ada di langit, syafaat mereka tidak berguna sedikitpun kecuali setelah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai.” (An-Najm: 36)
[lihat Syarah Aqidah Thahawiyyah Asy-Syaikh Shalih Fauzan hal. 21, Al-Qaulul Mufid Syarah Kitab At-Tauhid Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin 1/437, Kasyfus Syubhat Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, Qurratu ‘Uyunil Muwahhidin Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab hal. 154, Syarah Lum’atul I’tiqad hal. 130]
Dalam permasalahan syafaat manusia digolongkan menjadi tiga:
1. Kaum yang ghuluw (berlebihan) di dalam menetapkan adanya syafaat sehingga mereka memintanya dari orang-orang yang telah mati, kuburan, patung-patung, batu-batu, dan pepohonan.
Allah Ta'ala berfirman:
“Dan mereka menyembah selain Allah sesuatu yang tidak bisa memberikan kemudharatan dan manfaat kepada mereka, dan mereka mengatakan bahwa mereka (yang disembah itu) adalah pensyafaat kami di sisi Allah.” (Yunus: 18)
“Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (Az-Zumar: 3)
2. Kaum yang berlebihan di dalam menafikan syafaat seperti halnya kaum Mu’tazilah dan Khawarij di mana mereka menafikan adanya syafaat bagi para pelaku dosa besar.
Mereka berani menyelisihi sesuatu yang dalilnya telah mutawatir dari Al-Qur`an dan As-Sunnah.
3. Kaum yang berada di tengah-tengah, yang menetapkan adanya syafaat sesuai dengan apa yang telah disebutkan oleh Allah dan Rasul-Nya, tanpa tafrith dan ifrath.
Mereka adalah Ahlus Sunnah. (lihat Syarah Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah Asy-Syaikh Shalih Fauzan, hal 21)
Ibnu Abil ‘Izzi menjelaskan: “Manusia dalam permasalahan syafaat ada tiga (golongan) pendapat:
(Pertama): Musyrikin, Nasrani, dan Sufiyyah yang ghuluw terhadap guru-guru mereka dan selainnya. Mereka meyakini bahwa syafaat orang yang mereka agungkan di sisi Allah bagaikan syafaat di dunia.
(Kedua): Mu’tazilah dan Khawarij. Mereka mengingkari syafaat Nabi kita Shallallahu'alaihiwasalam dan selainnya, terhadap pelaku dosa besar.
(Ketiga): Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka menetapkan adanya syafaat Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam dan selain beliau terhadap pelaku dosa besar, dan bahwa tidak ada yang bisa memberikan syafaat melainkan dengan izin Allah. (Syarah Aqidah Thahawiyyah hal. 235)
Macam-Macam Syafaat
Telah dibahas oleh para ulama bahwa syafaat secara umum ada dua macam:
Pertama: Syafaat Manfiyyah yaitu syafaat yang ditiadakan oleh Al-Qur`an, yaitu syafaat yang mengandung kesyirikan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan: “Allah telah meniadakan segala hal yang dijadikan tempat bergantung kaum musyrikin selain-Nya. Allah meniadakan dari selain-Nya, segala bentuk kepemilikan, bagian atau bantuan untuk Allah. Sehingga tidak tersisa lagi melainkan syafaat.
Dan Allah menjelaskan bahwa syafaat tidak bermanfaat kecuali yang mendapat izin dari Allah, sebagaimana firman Allah: “Mereka tidak bisa memberikan manfaat kecuali kepada siapa yang diridhai-Nya.” Syafaat jenis inilah yang disangka kaum musyrikin (bahwa mereka akan mendapatkannya). Padahal (mereka) tidak akan mendapatkannya pada hari kiamat sebagaimana telah ditiadakan oleh Al-Qur`an.
Dan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalm telah memberitakan bahwa beliau datang menghadap Allah kemudian bersujud dan bertahmid. Dan beliau tidak memulai dengan (meminta) syafaat, kemudian dikatakan kepada beliau: “Angkat kepalamu dan katakanlah, maka akan didengar. Dan mintalah, akan diberi. Dan mintalah syafaat, kamu akan diberikan.” Abu Hurairah radiyallahu'anhu berkata: “Siapakah yang paling berbahagia dengan syafaat engkau?” Beliau Shallallahu'alaihiwasalm bersabda: “Orang yang mengucapkan La ilaha illallah dengan penuh keikhlasan dari dalam hatinya.”
Itulah syafaat bagi orang-orang yang ikhlas dengan izin Allah dan tidak akan diberikan bagi orang yang menyekutukan Allah. Hakikatnya adalah Allah-lah yang akan memberikan keutamaan kepada orang-orang yang ikhlas. Allah akan mengampuni mereka melalui doa orang yang telah diizinkan untuk memberikan syafaat yang bertujuan untuk memulia-kannya dan mendapatkan kedudukan yang terpuji.
Maka syafaat yang ditiadakan Al-Qur`an adalah syafaat mengandung kesyirikan. Oleh karena itu Allah menetapkan adanya syafaat dalam banyak tempat dan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam telah menjelaskan bahwa syafaat tidak akan didapati melainkan bagi orang yang bertauhid dan ikhlas.” (Lihat Majmu’ Fatawa 1/116 dan Al-Kalam ‘ala Haqiqatil Islam hal. 116-121)
Kedua: Syafaat mutsbatah yaitu syafaat yang keberadaannya ditetapkan Al-Qur`an bagi orang-orang yang bertauhid.
Syafaat ini ada dua bentuk, yang sifatnya umum dan yang sifatnya khusus.
1. Syafaat yang sifatnya khusus
Khusus artinya hanya dimiliki Rasulul-lah Shallallahu'alaihiwasalam dan tidak dimiliki oleh selain beliau dari kalangan para nabi dan rasul.
a. Syafaat Al-‘Uzhma atau Al-Kubra yaitu syafaat kepada seluruh manusia di hari mahsyar, sebagaimana dalam riwayat Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah radiyallahu'anhu dan juga dari shahabat Anas bin Malik radiyallahu'anhu.
Dalam syafaat ini, para rasul (selain Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam) berlepas diri darinya dan tidak sanggup memberikannya kepada yang lain. Itulah maqam mahmud (kedudukan yang terpuji) bagi imam para rasul sebagaimana telah dijanjikan Allah di dalam Al-Qur`an. Tidak ada penentangan sedikitpun dalam masalah ini baik dari Khawarij ataupun Mu’tazilah
b. Syafaat beliau terhadap penduduk surga untuk masuk ke dalamnya. Karena, setelah mereka melewati Shirath (titian) dan sampai ke surga, mereka menemukannya dalam keadaan tertutup dan mereka meminta siapa yang akan memberikan syafaat. Lalu Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam meminta kepada Allah untuk memberikan syafaat kepada mereka. (lihat Al-Qaulul Mufid Syarah Kitab At-Tauhid 1/426)
2. Syafaat yang sifatnya umum
Umum artinya syafaat yang dimiliki oleh Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam dan selain beliau dari kalangan para nabi dan rasul berikut kaum mukminin.
a. Syafaat bagi para pelaku maksiat dari kalangan umat beliau yang berhak masuk neraka agar tidak memasukinya.
b. Syafaat beliau bagi ahli tauhid yang bermaksiat dan telah masuk ke dalam neraka agar bisa keluar darinya. Hadits yang menjelaskan demikian adalah mutawatir dari Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalm.
Dan sungguh para shahabat Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam telah ijma’ (sepakat) terhadap hal itu, dan begitu pula seluruh Ahlus Sunnah. Dan setiap orang yang mengingkarinya akan dicap sebagai pelaku bid’ah dan mereka disikapi dengan keras dan tegas. Di sinilah letak penentangan kaum Khawarij dan Mu’tazilah, dan kalangan ahli bid’ah yang mengikuti langkah mereka.
c. Syafaat untuk mengangkat derajat kaum mukminin di dalam surga. Dalam syafaat ini tidak ada penentangan sedikitpun baik dari Mu’tazilah atau Khawarij.
Namun yang jelas, semua jenis syafaat ini akan diberikan kepada orang-orang yang bertauhid, yang mereka tidak menjadikan selain Allah sebagai wali (penolong) dan syafi’ (pembela). Allah Ta'ala berfirman:
“Dan berikanlah peringatan kepada orang yang takut untuk dibangkitkan ke hadapan Rabb mereka, yang mereka tidak memiliki penolong dan pembela selain Allah.” (Al-An’am: 51) [Lihat Fathul Majid hal. 244-252, Syarah Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah Ibnu Abil ‘Izzi hal. 232, Al-Qaulul Mufid 1/426, ‘Aqa`id A`immatis Salaf hal.113]
Makna Hadits Abu Hurairah radiyallahu'anhu
Abu Hurairah radiyallahu'anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalm:
“Ya Rasulullah, siapakah yang paling beruntung dengan syafaat engkau kelak pada hari kiamat?”
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam bersabda: “Sungguh aku telah menyangka bahwa tidak ada seseorang yang lebih dahulu bertanya tentang ini kecuali engkau, karena semangatmu dalam mencari hadits.”
Beliau bersabda: “Orang yang paling beruntung dengan syafaatku kelak adalah orang yang mengucapkan La ilaha illallah dengan penuh keikhlasan dari dalam hatinya.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Ucapan beliau: ‘Orang yang mengucapkan La ilaha illallah’ adalah untuk mengecualikan orang yang menyekutukan Allah; dan ucapan beliau ‘dengan penuh keikhlasan’ mengecualikan orang-orang yang munafiq dalam mengucapkannya. (Lihat Fathul Bari 1/236)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan: “Kaum musyrikin tidak mendapatkan syafaat sedikitpun, karena mereka tidak mengucapkan La ilaha illallah… Dan (perkataan beliau: dengan penuh keikhlasan) mengecualikan orang yang mengucapkan kalimat Laa ilaha illallah karena kemunafikan, mereka tidak mendapatkan syafaat sedikitpun… Dan ucapan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam ‘dengan penuh keikhlasan’ artinya selamat (aqidahnya) tanpa dikotori sedikitpun oleh sifat riya` (ingin pamer dalam beramal) dan sum’ah (memperdengarkan amalnya dengan harapan mendapatkan pujian dari orang lain). Ini merupakan gambaran sebuah persaksian (terhadap La ilaha illallah) dengan penuh keyakinan.” (Lihat Al-Qaulul Mufid 1/440)
Wallahu a‘lam.
"Benarkah Syafaat Diminta Kepada Selain Allah?"
ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah
AsySyariah.com
0 Komentar
Silakan tuliskan komentar, saran dan nasihat antum. Namun tidak semua akan tampilkan.